KEBIJAKAN FISKAL DI INDONESIA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sistem
ekonomi campuran adalah sistem ekonomi yang diterapkan di
Indonesia,sistem ini merupakan sebuah sistem perekonomian dengan
adanya peran pemerintah yang ikut serta menentukan cara-cara
mengatasi masalah ekonomi yang dihadapi masyarakat. Tetapi campur
tangan ini tidak sampai menghapuskan sama sekali
kegiatan-kegiatanekonomi yang dilakukan oleh pihak swasta yang diatur
menurut prinsip-prinsip pelaksanaan kegiatan ekonomi yang terdapat
dalam perekonomian pasar. Bentuk-bentuk campur tangan pemerintah
antara lain :
- Membuat peraturan-peraturan.
- Secara langsung ikut serta dalam kegiatan-kegiatan ekonomi.
- Melaksanakan kebijakan seperti fiskal dan moneter.Kedua kebijakan ini merupakan wahana utama bagi peran aktif pemerintah dibidangekonomi. Namun, kebijakan moneter telah diotorisasikan oleh pemerintah kepada Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dalam menetapkan kebijaksanaan untuk mengawasi jumlahuang yang berada di tangan masyarakat, sehingga pemerintah hanya dapat mengawasi danmengambil tindakan pada saat diperlukan
BAB
II
PEMBAHASAN
B. Kebijakan Fiskal di Indonesia
Kebijakan
Fiskal adalah langkah-langkah pemerintah untuk membuat
perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam perbelanjaannya
dengan maksud untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang dihadapi.
Kebijakan fiskal dapat diartikan sebagai tindakan yang diambil oleh
pemerintah dalam bidang anggaran
belanja negara dengan maksud untuk
mempengaruhi jalannya perekonomian, khususnya Perekonomian Indonesia.
Menurut
Tulus TH Tambunan, kebijakan memiliki dua prioritas, yang pertama
adalah mengatasi defisit anggaran pendapatan dan belanja Negara
(APBN) dan masalah-masalah APBN lainnya. Defisit APBN terjadi apabila
penerimaan pemerintah lebih kecil dari pengeluarannya. Dan yang kedua
adalah mengatasi stabilitas ekonomi makro, yang terkait dengan antara
lain ; pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, kesempatan kerja dan
neraca pembayaran.
Sedangkaan
menurut Nopirin, Ph. D. 1987, kebijakan fiskal terdiri dari perubahan
pengeluaran pemerintah atau perpajakkan dengan tujuan untuk
mempengaruhi besar serta susunan permintaan agregat. Indicator yang
biasa dipakai adalah budget defisit yakni selisih antara pengeluaran
pemerintah (dan juga pembayaran transfer) dengan penerimaan terutama
dari pajak.
Kebijakan
fiskal merujuk pada kebijakan yang dibuat pemerintah untuk
mengarahkan ekonomi suatu negara melalui pengeluaran dan pendapatan
(berupa pajak) pemerintah.
Berdasarkan
dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat kita
simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang
dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara untuk
mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas
pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang
tercantum dalam APBN.
Tujuan dari Kebijakan
Fiskal
Adapun kebijakan fiskal
sebagai sarana menggalakan pembangunan ekonomi bermaksud mencapai
tujuan sebagai berikut :
1.
Untuk meningkatkan laju investasi.
Kebijakan
fiskal bertujuan meningkatkan dan memacu laju investasi disektor
swasta dan sektor Negara. Selain itu, kebijakan fiskal juga dapat
dipergunakan untuk mendorong dan menghambat bentuk investasi
tertuntu. Dalam rangka itu pemerintah harus menerapkan kebijaan
investasi berencana di sektor public, namun pada kenyataannya
dibeberapa Negara berkembang dan tertinggal terjadi suatu problem
yaitu dimana langkanya tabungan sukarela, tingkat konsumsi yang
tinggi dan terjadi investasi dijalur yang tidak produktif dari
masyarakat dinegara tersbut. Hal ini disebabkan tidak tersedianya
modal asing yang cukup, baik swasta maupun pemerintha. Oleh karena
itu kebijakan fiskal memberikan solusi yaitu kebijakan fiskal dapat
meningkatkan rasio tabungan inkremental yang dapat dipergunakan untuk
meningkatkan, memacu, mendorong dan menghambat laju investasi.
Menurut Dr. R. N. Tripathy terdapaat 6 metode yang diterapkan oleh
pemerintah dalam rangka menaikkan rasio tabungan incremental bagi
mobilisasi volume keuangan pembangunan yang diperlukan diantaranya;
(1) control fisik langsung, (2) peningkatan tariff pajak yang ada,
(3) penerapan pajak baru, (4) surplus dari perusahaan Negara, (5)
pinjaman pemerintah yang tidak bersifat inflationer dan (6) keuangan
deficit.
2.
Untuk mendorong investasi optimal secara sosial.
Kebijakan fiskal
bertujuan untuk mendorong investasi optimal secara sosial,
dikarenakan investasi jenis ini memerlukan dana yang besar dan cepat
yang menjadi tangunggan Negara secara serentak berupaya memacu laju
pembentukkan modal. Nantinya invesati optimal secara sosial
bermanfaat dalam pembentukkan pasar yang lebih luas, peningkatan
produktivitas dan pengurangan biaya produksi.
3.Untuk
meningkatkan kesempatan kerja.
Untuk merealisasikan
tujuan ini, kebijakan fiskal berperan dalam hal pengelolan
pengeluaran seperti dengan membentuk anggaran belanja untuk
mendirikan perusahaan Negara dan mendorong perusahaan swasta
melalui pemberian subsidi, keringanan dan lain-lainnya sehingga dari
pengupayaan langkah ini tercipta tambahan lapangan pekerjaan. Namun,
langkah ini harus juga diiringi dengan pelaksanaan program
pengendalian jumlah penduduk.
4.
Untuk meningkatkan stabilitas ekonomi ditengah ketidak stabilan
internasional
Kebijaksanaan
fiskal memegang peranan kunci dalam mempertahankan stabilitas ekonomi
menghadapi kekuatan-kekuatan internal dan eksternal. Dalam rangka
mengurangi dampak internasional fluktuasi siklis pada masa boom,
harus diterapkan pajak ekspor dan impor. Pajak ekspor dapat menyedot
rejeki nomplok yang timbul dari kenaikkan harga pasar. Sedangkan bea
impor yang tinggi pada impor barang konsumsi dan barang mewah juga
perlu untuk menghambat penggunaan daya beli tambahan.
5.
Untuk menanggulangi inflasi
Kebijakan fiskal
bertujuan untuk menanggulangi inflasi salah satunya adalah dengan
cara penetapan pajak langsung progresif yang dilengkapi dengan pajak
komoditi, karena pajak seperti ini cendrung menyedot sebagian besar
tambahan pendapatan uang yang tercipta dalam proses inflasi.
6.
Untuk meningkatkan dan mendistribusikan pendapatan nasional
Kebijakan fiskal yang
bertujuan untuk mendistribusikan pendapatan nasional terdiri dari
upaya meningkatkan pendapatan nyata masyarakat dan mengurangi tingkat
pendapatan yang lebih tinggi, upaya ini dapat tercipta apabila adanya
investasi dari pemerintah seperti pelancaran program pembangunan
regional yang berimbang pada berbagai sektor perekonomian.
Bentuk – Bentuk
Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal umumnya
dibagi atas tiga kategori, yaitu:
1.
Kebijakan yang menyangkut pembelian pemerintah atas barang dan jasa.
Pembelian pemerintah
atau belanja negara merupakan unsur di dalam pendapatan nasional yang
dilambangkan dengan huruf “G”. Pembelian atas barang dan jasa
pemerintah ini mencakup pemerintah daerah, dan pusat. Belanja
pemerintah ini meliputi pembangunan untuk jalan raya, jalan tol,
bangunan sekolah, gedung pemerintahan, peralatan kemiliteran, dan
gaji guru sekolah.
2.
Kebijakan yang menyangkut perpajakan
Pajak merupakan
pendapatan yang paling besar di samping pendapatan yang berasal dari
migas. Baik perusahaan maupun rumah tangga mempunyai kewajiban
melakukan pembayaran pajak atas beberapa bahkan seluruh kegiatan yang
dilakukan. Pajak yang dibayarkan digunakan semata-mata untuk
pembangunan negara tersebut. Kebijakan pemerintah atas perpajakan
mengalami pembaharuan dari waktu ke waktu, hal ini disebut tax reform
(pembaharuan pajak). Tax reform yang dilakukan pemerintah mengikuti
adanya perubahan di dalam masyarakat, seperti meningkatnya
pendapatan, meningkatnya.
3.
Kebijakan yang menyangkut pembayaran transfer.
Pembayaran transfer
meliputi kompensasi pengangguran, tunjangan keamanan sosial, dan
tunjangan pensiun. Jika dilihat pembayaran transfer merupakan bagian
belanja pemerintah tetapi sebenarnya pembayaran tansfer tidak masuk
dalam komponen G di dalam perhitungan pendapatan nasional. Alasannya
yaitu karena transfer bukan merupakan pembelian sesuatu barang yang
baru diproduksi dan pembayaran tersebut bukan karena jual beli barang
dan jasa. Pembayaran transfer mempengaruhi pendapatan rumah tangga,
namun tidak mencerminkan produksi perekonomian. Karena PDB
dimaksudkan untuk mengukur pendapatan dari produksi barang dan jasa
serta pengeluaran atas produksi barang dan jasa, pembayaran transfer
tidak dihitung sebagai bagian dari belanja pemerintah.
Salah satu gagasan
utama Keynes pada tahun 1930-an adalah kebijakan fiskal dapat dan
hendaknya digunakan untuk menstabilkan tingkat keluaran dan peluang
kerja. Secara spesifik menurut Keynes, terdapat dua hal yang dapat
dilakukan oleh pemerintah dalam kebijakan fiskal yaitu:
a.
Kebijakan fiskal ekspansioner yaitu memotong pajak dan/atau menaikkan
pengeluaran untuk mengeluarkan perekonomian dari penurunan.
Kebijakan fiskal
kontraksioner yaitu menaikkan pajak dan/atau memangkas pengeluaran
untuk mengeluarkan perekonomian dari inflasi.
Dari sisi pajak jelas
jika mengubah tarif pajak yang berlaku akan berpengaruh pada ekonomi.
Jika pajak diturunkan maka kemampuan daya beli masyarakat akan
meningkat dan industri akan dapat meningkatkan jumlah output. Dan
sebaliknya kenaikan pajak akan menurunkan daya beli masyarakat serta
menurunkan output industri secara umum.
Kebijakan fiskal
mempunyai pengaruh baik jangka panjang maupun jangka pendek.
Kebijakan fiskal mempengaruhi tabungan, investasi, dan pertumbuhan
ekonomi dalam jangka panjang , sedangkan dalam jangka pendek
mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat barang dan jasa.
APBN
dan Kebijaksanaan Fiskal
Pengaruh kebijaksanaan
fiskal terhadap perekonomian bisa dianalisa dalam dua tahap yang
berurutan, yaitu :
1.
Bagaimana suatu kebijaksanaan fiskal diterjemahkan menjadi suatu APBN
2.
Bagaimana APBN tersebut mempengaruhi perekonomian.
APBN mempunyai dua
kategori, kategori yang pertama yaitu, mencatat pengeluaran dan
penerimaan yang terdiri dari beberapa pos utama diantaranya:
PENERIMAAN
PENGELUARAN
a.
Pajak (berbagai macam)
b.
Pinjaman dari Bank Sentral
c.
Pinajaman dari masyarakat dalam negeri
d.
Pinjaman dari luar negeri
e.
Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang/jasa
f.
Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai
g.
Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment
Kebijakan anggaran
pemerintah dahulu selalu mengharuskan kebijakan anggaran berimbang.
Kebijakan anggaran berimbang terjadi ketika pemerintah menetapkan
pengeluaran sama besar dengan pemasukan. Namun pada saat ini
kebijakan anggran dapat menjadi kebijakan anggaran defisit (defisit
budget), anggaran surplus (surplus budget).
Kebijakan anggaran
defisit adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pengeluaran lebih
besar dari pemasukan negara guna memberi stimulus pada perekonomian.
Dalam hal ini, peningkatan pengeluaran yaitu pembelian pemerintah
atas barang dan jasa. Peningkatan pembelian atau belanja pemeritah
berdampak terhadap peningkatan pendapatan nasional. Contohnya
pemerintah mengadakan proyek membangun jalan raya. dalam proyek ini
pemerintah membutuhkan buruh dan pekerja lain untuk menyelesaikannya.
dengan kata lain proyek ini menyerap SDM sebagai tenaga kerja. hal
ini membuat pendapatan orang yang bekerja di situ bertambah. Anggaran
defisit memiliki keunggulan maupun kelemahan, salah satu
keunggulannya adalah terdapat penertiban pada angka defisit dan nilai
tambahan utang yang jelas dan lebih transparan serta bisa diawasi
masyarakat. Menurut Menkeu Agus DW Martowardojo penerapan kebijakan
anggaran defisit tujuannya untuk menciptakan ekspansi fiskal dan
menguatkan pertumbuhan ekonomi agar tetap terjaga pada level yang
tinggi. Umumnya sangat baik digunakan jika keadaan ekonomi sedang
resesif. . Anggaran defisit salah satunya dengan melakukan
peminjaman/hutang, dahulu pemerintahan Bung Karno pernah
menerapkannya dengan cara memperbanyak utang dengan meminjam dari
Bank Indonesia, yang terjadi kemudian adalah inflasi besar-besaran
(hyper inflation) karena uang yang beredar di masyarakat sangat
banyak. Untuk menutup anggaran yang defisit dipinjamlah uang dari
rakyat, sayangnya rakyat tidak mempunyai cukup uang untuk memberi
pinjaman pada pemerintah. akhirnya, pemerintah terpaksa meminjam uang
dari luar negeri. Ini merupakan salah satu kasus yang menggambarkan
kelemahan dari anggaran defisit.
Sedangkan, anggaran
surplus adalah kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih
besar daripada pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus
dilaksanakan ketika perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang
mulai memanas (overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan.
Anggaran
surplus (Surplus Budget)/ Kebijakan Fiskal Kontraktif adalah
kebijakan pemerintah untuk membuat pemasukannya lebih besar daripada
pengeluarannya. Baiknya politik anggaran surplus dilaksanakan ketika
perekonomian pada kondisi yang ekspansi yang mulai memanas
(overheating) untuk menurunkan tekanan permintaan. Cara kerja
anggara surplus adalah kebalikan dari anggaran defisit, uang yang
didapat pemerintah dari pendapatan pajak lebih banyak dari yang
dibelanjakan, pemerintah memenfaatkan selisihnya untuk melunasi
beberapa hutang pemerintah yang masih ada. Surplus anggaran akan
menaikkan dana pinjaman, mengurangi suku bunga dan meningkatkan
investasi. Investasi yang lebih tinggi seterusnya dapat meningkatkan
akumulasi modal dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.
Pengaruh Risiko
Kebijakan Fiskal.
Resiko Fiskal
didefinisikan sebagai potensi tambahan deficit APBN yang disebabkan
oleh sesuatu di luar kendali pemerintah. Pengungkapan resiko fiskal
sangat perlu untuk empat tujuan strategis, yaitu :
- Peningkatan kesadaran seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dalam pengelolaan kebijakan fiskal.
- Meningkatkan keterbukaan fiskal
- Meningkatkan tangung jawab fiskal
- Menciptakan kesinambungan fiskal
- Resiko Fiskal dikelompokkan dalam empat kategori utama yaitu :
1.
Resiko Ekonomi Makro
Dalam penyusunan APBN
indikator-indikator ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar
penyusunan adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga
sertifikat Bank Indonesia, nilai tukar rupiah, harga minyak mentah
Indonesia dan lifting minyak. Indikator tersebut merupakan asumsi
dasar yang menjadi acuan penghitungan besaran-besaran pendapatan,
belanja, dan pembiayaan dalam APBN. Secara umum sumber resiko fiskal
yang dihadapi oleh APBN 2012 terutama berasal dari dua resiko utama,
yakni inflasi dan harga minyak.
a)
Inflasi. Pemerintah memproyeksikan angka inflasi tahun 2012 berkisar
antara 3,5-5,5 persen. Sementara itu menurut IMF dalam World Economic
Outlook per April 2012, inflasi diperkirakan sebesar 5,85 persen.
Angka ini lebih tinggi daripada realisasi inflasi tahun 2010 dan
lebih rendah dari proyeksi tahun 2011. Dengan demikian angka proyeksi
pemerintah masih sejalan dengan kecendrungan penurunan angka inflasi.
Meskipun angka inflasi telah menunjukkan angka penurunan, tetapi
resiko tekanan inflasi ke depan diperkirakan masih cukup tinggi.
b)
Harga Minyak. Pemerintah memerintahkan harga minyak berkisar antara
US$ 75 per barel s/d US$95 per barel, angka tersebut sejalan dengan
penurunan harga minyak dipasaran dunia.
2.
Resiko Utang Dinamika Ekonomi Makro
Pengelolaan resiko
utang diperlukan agar target pembiayaan utang dapat diperoleh dengan
biaya yang wajar dan tidak menimbulkan penumpukan beban utang yang
tidak terkendali pada masa yang akan mendatang.pada dasarnya resiko
utang terdiri dari empat, diantaranya :
a)
Resiko pasar ini terdiri dari resiko nilai tukar, resiko tingkat
bunga dan resiko likuiditas yag timbul sebagai akibat dari
ketidakpastian kondisi pasar keuangan yang dinamis. Resiko nilai
tukar terutama berasal dari utang melalui pinjaman luar negeri,
sedangkan resiko tingkat bunga bersumber dari pinjaman luar negeri
berbasis LIBOR dan SBN berbasis SBI 3 bulan.
b)
Sedangkan resiko pembiayaan kembali disebabkan oleh besarnya
pembayaran kewajiban utang pada tahun/ periode tertentu.
c)
Resiko operasional
Resiko operasional
adalah resiko yang disebabkan oleh kegagalan pada orang, proses
bisnis dan sistem diunit terkait. Sert yang ditimbulkan oleh aspek
legal. Resiko ini antara lain dapat berupa gagal bayar akibat
kelalaian manusia atau kegagalan sistem yang berdampak pada penurunan
sorvereign credit rating.
d)
Resiko Reputasi
Resiko Reputasi
merupakan resiko penurunan kredibilitas pengelolaan utang dari sudut
pandang investor dan lender yang disebabkan oleh rendahnya tingkat
kepastian dan konsistensi penerapan strategi pengelolaan utang.
3.
Kewajiban Kontijensi Pemerintah Pusat
Kewajiban
kontijensi merupakan kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa
masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau
tidak terjadinya suatu peristiwa atau lebih pada masa datang yang
tidak sepenuhnya berada dalam kendali pemerintah. Kewajiban
kontijensi pemerintah pusat yang menjadi resiko fiskal bersumber dari
pemberian dukungan dan/ atau pinjaman pemerintah atas proyek-proyek
infrastruktur, kewajiban yang timbul akibat program pension dan
tabungan hari tua pegawai negeri.
4.
Desentralisasi Fiskal
Kebijakan
desentralisasi fiskal dilakukan dengan tujuan untuk mempercepat
terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan,
pemberdayaan dan peran serta masyarakat, serta peningkatan daya saing
daerah dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan, keadilan,
keistimewaan, dan kekhususan suatu daerah dalam sistem Negara
Republik Kesatuan Indonesia. dalam hal pelaksanaanya, penerapan
kebijakan ini selain menghasilkan hal-hal positif sebagaimana yang
diharapkan ternyata juga berpotensimenimbulkan resiko fiskal. Resiko
Fiskal dari desentarlisasi fiskal diantaranya, bersumber dari
kebijakan pemekaran daerah, tunggakan pemerintah daerah atas
pengembalian penerusan pinjaman dari luar negeri dan rekening
pinjaman daerah serta pengalihan pajak pusat menjadi pajak daerah.
BAB
III
PENUTUP
Berdasarkan
dari beberapa teori dan pendapat yang dijelaskan diatas dapat kita
simpulkan bahwa kebijakan fiskal adalah suatu kebijakan ekonomi yang
dilakukan oleh pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara untuk
mengarahkan kondisi perekonomian menjadi lebih baik yang terbatas
pada sumber-sumber penerimaan dan alokasi pengeluaran negara yang
tercantum dalam APBN.
Komentar
Posting Komentar