KENAIKAN BAHAN PANGAN

Kementan Klaim Ingin Lindungi Petani Bawang
Kebijakan pembatasan impor bawang putih oleh Kementerian Pertanian disebut untuk melindungi petani bawang dalam negeri. Pasalnya, jumlah lahan untuk produksi bawang putih dianggap sudah mengkhawatirkan.
Sekretaris Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (Ditjen P2HP) Kementerian Pertanian, Yasin Taufik mengatakan, periode 1996 sampai 1998, lahan untuk menanam bawang putih mencapai 25 ribu hektar dengan jumlah produksi per hektar mencapai 7 ton. Saat ini, kata dia, akibat perdagangan bebas, lahan untuk menanam bawang putih tinggal 2 ribu hektar dengan jumlah produksi pertahun hanya 13 ribu ton.
"Melihat kenyataan ini, tampaknya menghawatirkan. Petani kita tidak bisa dikonfrontasi dengan petani luar. Pasti kalah bersaing meski dari segi mutu tidak kalah. Karena itu perlu dirumuskan untuk melindungi petani dan konsumen," kata Yasin saat diskusi di Jakarta, Sabtu ( 16/3/2013 ).
Yasin menambahkan, kondisi bawang putih bertolak belakang dengan bawang merah. Untuk bawang merah, 90 persen dipenuhi dari produksi dalam negeri. Hanya 10 persen dilakukan impor ketika musim hujan di akhir tahun sampai awal tahun. Saat itu, produksi dalam negeri turun.
"Bawang putih terbalik, 90 persen impor, produksi dalam negeri di bawah 10 persen. Itu pola siklus tahunan," kata dia.
Sekretaris Jenderal Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Fadli Zon meragukan niat pemerintah yang ingin melindungi petani. Jika berpihak kepada petani, kata dia, seharusnya pemerintah berusaha meningkatkan lahan untuk tanam bawang putih.
Fadli menilai, ada kesengajaan untuk tidak meningkatkan produksi komoditas holtikultura seperti bawang. Hal itu untuk kepentingan impor yang akhirnya menguntungkan pihak-pihak tertentu. Negara-negara pengekspor, kata dia, menjadikan Indonesia pasar strategis karena penduduknya sangat banyak.
"Di dalam negeri yang diuntungkan importir. Jadi, tidak ada pembelaan kepada petani bawang. Di Jepang, meski beras harganya Rp 50 ribu per kilogram, mereka tidak mau impor dari Vietnam yang harganya Rp 7.000. Kalau Indonesia berpikir neolib, yang mudah dan murah. Ini cara berpikir berbahaya. Kita tidak bisa mendapatkan kedaulatan pangan, terus tergantung kepada impor," kata Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra itu. KOMPAS.com
Yang jadi pertanyaan apakah ini murni kebijakan untuk mensejahterakan petani atau rakyat, ataukah terjadinya ketidakstabilan ekonomi atau terjadi inflasi sehingga rakyat dibodohi secara sistematis?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tehnik Persidangan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)

SEJARAH KAPITALISME DAN REVOLUSI INDUSTRI

PENJAJAHAN VOC DI INDONESIA